Dua Perkiraan Produksi dan Permintaan Gula
Polemik gula seolah menjadi topik pembicaraan yang tidak habis dikupas. Mulai dari rantai pasoknya, kesiapan sisi on farm dan off farm, mekanisme harga gula di pasar serta kebijakan industri gula di dunia. Pada acara Seminar Nasional Peringatan Ulang Tahun Emas (50 Tahun) Universitas Jember, Profesor Bayu Krisnamurti, Wakil Menteri Pertanian di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membahas tentang keragaan permintaan dan produksi gula nasional.
Berdasarkan grafik, Bayu menuturkan terjadi perbedaan permintaan gula berdasarkan mutu gula. Industri besar serta industri farmasi dan khusus menghendaki gula premium. Sementara itu hotel, rumah sakit, kantor, katering menginginkan 80% gula premium dan 20% gula medium. Permintaan terbesar untuk gula dengan mutu medium dilakukan oleh industri kecil.
Ditilik dari kesediaan untuk membayar, industri besar justru memiliki kesediaa membayar paling kecil, yakni di kisaran Rp 5.000 hingga Rp 6.000. Industri kecil dan industri farmasi bersedia membeli gula maksimum di harga Rp 6.500, hotel, RS, kantor, dan katering mampu membeli hingga batas Rp 7.000. dari semua konsumen yang diobservasi, rumah tangga menempati posisi tertinggi dengan willingness to pay sebesar Rp 10.000.
Mutu tentu merupakan parameter utama yang dibidik oleh produsen gula. PG BUMN di Jawa lebih banyak memroduksi gula dengan mutu medium dibandingkan dengan mutu premiumnya yang hanya menyentuh angka 15%. Sedangkan gula mutu premium menjadi keluaran dari industri gula rafinasi. Hal ini mengingat derajat warna putih gula (ICUMSA) gula rafinasi dituntut harus di bawah 150 IU karena peruntukannya juga untuk konsumsi industri, bukan konsumsi rumah tangga.
Proses produksi yang mengikuti kaidah best agriculture practices dan best manufacturing practices pasti akan menyumbang harga pokok produksi yang rendah, tak terkecuali produksi gula. Ditinjau dari grafik, HPP gula yang dihasilkan oleh PG BUMN Jawa dan luar Jawa dan PG Swasta di Jawa masih tinggi, yakni di interval Rp 8.000 hingga Rp 9.500. Sementara itu biaya produksi gula PG Swasta luar Jawa dan industri gula rafinasi dapat ditekan, sehingga HPP hanya bertengger di angka Rp 4.500 sampai Rp 6.500. Kecuali penerapan best practices, kelangkaan tenga kerja dan usangnya mesin-mesin yang ada di pabrik turut menyumbang melangitnya HPP industri gula di Jawa. (OPI_Sekper)
Disarikan dari Presentasi Bayu Krisnamurti dalam Seminar Nasional Peringatan Ulang Tahun Emas Universitas Jember, November 2014
Terdapat 0 komentar
Silahkan tambahkan komentar