Perspektif Kelembagaan untuk Dongkrak Kinerja BUMN
Di Indonesia, definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri BUMN.
BUMN dibentuk agar dapat memberikan sejuta manfaat bagi pertumbuhan pembangun di negeri ini. Manfaat tersebut antara lain: masyarakat dipermudah dalam memperoleh barang dan jasa untuk emmenuhi kebutuhan hidupnya, mencegah monopoli, memperkuat sektor migas dan non migas sebagai sumber devisa, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sebagai suatu lembaga, BUMN harus mampu menunjukkan kinerja terbaiknya. Dalam hal ini aspek kelembagaan menjadi hal yang penting, baik itu kelembagaan struktural maupun kultural. Kelembagaan sendiri memiliki tiga lapis, yakni norms and conventions yang bersifat informal, working rules dimana aturannya lebih banyak formal dan tertulis, dan property relations yang mengedapankan aransemen sosial.
Dari studi kasus terhadap sejumlah BUMN yang dilakukan oleh Bambang Siswaji (2013), dinyatakan bahwa kelembagaan terbukti mempengaruhi kinerja BUMN dibandingkan perusahaan sejenis di sektor usaha yang sama. Jika kondisi kelembagaan lemah, BUMN harus segera memperbaiki tata kelola internal untuk menghindari ancaman dan risiko. Sebaliknya, jika dalam posisi kelembagaan yang mapan, strategi berbasis pasar harus menjadi fokus BUMN untuk kontinu memperbaiki kinerjanya. (OPI_Sekper)
Disarikan dari paparan Prof. Dr. Bustanul Arifin yang berjudul ‘Dimensi Kelembagaan dalam Strategi dan Kinerja BUMN’ disampaikan dalam Seminar Nasional Peringatan Ulang Tahun Emas Universitas Jember, November 2014
Terdapat 0 komentar
Silahkan tambahkan komentar