Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Pertanian
Hamparan lahan Indonesia laksana zamrud khatulistiwa. Betapa tidak, kekayaan alam tanah air baik yang ada di muka bumi maupun di dalam tanah semuanya bernilai komersial tinggi apabila dipasarkan tidak dalam bentuk bahan mentah tetapi bahan baku ataupun bahan jadi. Sebut saja padi yang menempati peringkat ketiga setelah China dan India. Kemudian produksi jagung lokal yang merajai produksi se-Asia, dan kedelai yang menempati peringkat keenam dunia. Kecuali palawija, CPO, karet, kakao, lada dan kopi juga bertengger di posisi pertama hingga ketiga dunia. Semua itu menunjukkan keunggulan komparatif komoditas pertanian Indonesia.
Sebagai negara yang dilintasi garis ekuator, sumberdaya pertanian Indonesia sangat beragam. Contohnya energi surya memancar sepanjang tahun, adanya agroekologi dan sumberdaya genetik, permintaan produk-produk pertanian sangat tinggi, serta didukung dengan jejaring kerja lokal, interlokal, dan internasional yang memadai.
Namun, dewasa ini lahan pertanian semakin sempit akibat adanya alih fungsi lahan menjadi industri maupun pembangunan perumahan. Hal ini semakin diperparah dengan kurang memadainya infrastruktur produksi seperti kapasitas pelabuhan untuk ekspor-impor yang overload, ketersediaan prasarana jalan yang kualitasnya tidak selaras dengan jumlah kendaraan yang melintasi. Di sisi lain, benih unggul juga belum dioptimalkan penggunaannya dalam usaha pertanian. Ketiganya adalah poin-poin yang menghambat pengembangan produksi pertanian.
Pembangunan pertanian tidak lepas dari isu-isu strategis yang berkembang secara dinamis. Ada perubahan iklim, tuntutan mutu dan kemanan pangan, persaingan pasar global, persaingan sumberdaya lahan dan air serta permasalahan dalam ketahanan pangan. Apabila isu-isu tersebut tidak segera tertangani, maka potensi komoditas pertanian Indonesia yang luar biasa prospektif hanya akan sekadar menjadi ‘hiasan’ di atas kertas.
Tidak hanya pengembangan teknologi, inovasi dan sumber daya manusia yang harus dilakukan. Keberpihakan kebijakan pemerintah juga diperlukan di sini, seperti kebijakan fiskal, PPn, bea masuk, bea keluar dan tidak selarasnya peraturan di pusat dan di daerah yang menyebabkan iklim investasi tidak kondusif. Sudah saatnya hasil produk pertanian dalam negeri yang unggul dan kompetitif menjadi tuan rumah di negeri sendiri, bukan dengan membanggakan derasnya arus impor produk pertanian. (OPI_Sekper)
Disarikan dari presentasi Dr. Handewi P. Saliem dalam dalam Seminar Nasional Peringatan Ulang Tahun Emas Universitas Jember, November 2014
Terdapat 0 komentar
Silahkan tambahkan komentar