Tidak Ada Istilah “Habis Manis Sepah Dibuang†(Bagian II)
Manajemen pabrik harus dapat meningkatkan kapasitas tanpa menyampingkan kualitas. Kemanisan gula terjaga dan warna gula harus sebisa mungkin putih dan bening. Limbah industri perlu juga diperhatikan agar tidak sampai merusak lingkungan. Pemanfaatan semua produk turunan dari tebu sehingga menjadi zero waste (tanpa limbah terbuang).
Memperbaiki pabrik yang telah berusia renta tidaklah semudah membalikkan kedua tangan, jelas memerlukan usaha yang luar biasa dan dana yang tidak sedikit. Biaya untuk merestorasi teknologi pabrik gula memang sangat mahal tetapi hal itu menjadi mutlak untuk dilakukan. Perbaikan tidak perlu menyeluruh tetapi bagian – bagian yang memang sudah rusak atau harus diperbarui sesuai dengan perkembangan teknologi pabrik gula saat ini. Contohnya Pabrik Gula Djombang Baru, beberapa bagian bagian tertentu ditambahkan sesuai dengan kebutuhannya.
Perubahan pada ketel (boiler) yang dahulu menggunakan bahan bakar batu bara menjadi berbahan bakar ampas. Ampas yang berlebih dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel. Dengan modifikasi ini jelas mampu mengurangi biaya pembelian batu bara dan lagi penggunaan ketel ampas lebih ramah terhadap lingkungan dari pada ketel batu bara.
Sekarang ini, Pabrik Gula Djombang Baru juga melakukan beberapa penambahan baru yang belum banyak ditemui di beberapa pabrik gula seperti, Direct Contact Heater, Evaporator Semi Ketner, Continouous Vacuum Pan dan Mono Vertical Cristalizer. Dengan teknologi baru ini, otomatisasi perlahan mulai diterapkan sehingga kehilangan gula di dalam pabrik dapat diminimalkan seminim mungkin dan meningkatkan efisiensi terhadap energi.
Selanjutnya perlu juga ditambahkan perbaikan turbin. Ini penting agar energi yang dihasilkan dapat lebih efisien dan waktu kerja dapat lebih cepat. Teknologi pembangkit listrik pun harus ikut diperbaiki sehingga pabrik tidak memerlukan tambahan energi dari luar. Sebaiknya digunakan pembangkit listrik yang berbasis kogenerasi yang efisien. Jadi pabrik gula dengan kapasitas 3.000 ton per hari akan sanggup membangkitkan listrik sebesar 9 MWe. Itu jelas merupakan jumlah yang banyak sebab dengan pengelolaan proses yang efisien, pabrik gula hanya memerlukan 3 MWe. Sisa energi dapat dijual ke jaringan PLN. Dengan begitu pabrik gula tidak hanya menjual gula saja tetapi juga menjual kelebihan listrik.
Setelah kogen diterapkan, untuk mendukung usaha pemerintah dalam menciptakan energi terbarukan maka perlu dibangunnya pabrik bioetanol. Pabrik bioetanol dibuat terintegrasi dengan pabrik gula. Hasil keluaran berupa tetes dari pabrik gula dimanfaatkan langsung sebagai bahan baku pabrik bioethanol. Tetes dihidrolisis menghasilkan gula atau glukosa sederhana yang selanjutnya difermentasikan menjadi etanol dan dimurnikan menjadi bioetanol. Tingkat kemurnian dari bioethanol harus mencapai 99,5 %. Dari sisi produksi ini akan memberikan pengaruh yang signifikan untuk profit margin.
Revitalisasi memang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tetapi investasi ini dapat memberikan manfaat yang besar dalam jangka waktu yang lama. Kemajuan industri tebu akan membawa para petani hidup dengan lebih baik. Daya saing industri pun akan menjadi kokoh. Tidak menutup kemungkinan Indonesia kembali ke masa keemasannya dan keluar sebagai daftar pengimpor gula menjadi pengekspor gula. (Dany Pratama Putra_PG DB, OPI_Sekper) <end>
Terdapat 0 komentar
Silahkan tambahkan komentar