Siasat Industri Gula di Tengah Rimbun Tantangan (Bagian IV)

Terbit pada Kamis, 26 Juni 2014

Menyalakan Harapan

Di tengah rimbun tantangan ini, kita semua percaya ada solusi-solusi yang bisa kita ikhtiarkan bersama. Kerja keras akan membuat semua tantangan terlampaui. Tapi kerja cerdas yang akan menentukan bisa tidaknya kerja keras kita membuahkan hasil. Tantangan yang membelit kita pada tahun ini harus diseriusi dan diantisipasi agar 2014 tak terjadi dampak negatif lanjutan. Perbaikan manajemen tebang, angkut, dan muat tebu mutlah dilakukan. Di sisi hulu, untuk mengentisipasi masalah 2013, perawatan secara bersama antara petani dengan supervise PG, baik untuk keprasan maupun ratoon, harus dijalankan secara serius agar BBT musim giling 2014 bisa prima.

 

Sekali lagi kita perlu belajar dari masa lalu ketika produksi 2011 tetap terdampak anomali iklim sepanjang tahun sebelumnya. Jika kita bisa mengantisipasi, 2014 pasti lenih menggembirakan dibanding 2013. Petani dan PG perlu melakukan pemetaan problem dan solusi secara lokalistik berdasarkan lokasi masing-masing kebun. Tidak bisa resep diberikan secara generic. Patut diingat bahwa gula memang diproduksi PG, tapi pembentukannya berlangsung mulai di kebun. Kualitas pabrik agribisnis di kebun berkontribusi sekitar 80 persen terhadap pembentukan gula alias tingkat rendemen. Karena itu, senyampang masih ada waktu, mari bersama-sama berkonsentrasi untuk meminimalisasi dampak anomali iklim2013 terhadap kualitas BBT masa giling 2014.

 

Perilaku mencari bobot, dan bukan kualitas, masih cukup marak dalam pandangan sebagian petani. Hal ini harus bersama-sama dihilangkan dengan menerapkan pendekatan kualitas demi terciptanya produktivitas lahan yang optimal dengan hasil gula yang maksimal di PG.

 

Adapun pemerintah, dalam hemat saya, sudah seharusnya melakukan lompatan strategis untuk menggerakkan segala potensi dan daya dukung sektor perkebunan tebu nasional. Bahwa dana pemerintah cukup penting dalam hal ini memang tidak dapat dipungkiri. Namun, yang jauh lebih penting adalah bagaimana menyusun kebijakan terintegrasi, mulai drai hulu hingga hilir, termasuk kebijakan ekonomi-politiknya yang terkait dengan tata niaga.

 

Ekonomi-politik sektor gula harus dilambari dengan kebijakan yang pro-petani tebu. Arus liberalisasi untuk pencapaian efisiensi ekonomi hanya ideal ditetapkan jika industri dalam negeri sudah benar-benar masuk dalam skala ekonomi yang berarti di dalamnya sudah memebuhi syarat efisien dan efektif. Variable penunjang di dalamnya adalah mekanisasi di lahan dan otomatisasi di dalam pabrik tidak boleh lagi ditabuhkan kalu masih ingin eksis. Jamin infrastruktur lunak juga harus disiapkan Negara seperti dukungan pembiayaan, kebijakan yang berpihak maupun infrastruktur keras (seperti sistim drainase dan irigasi yang terjaga, bantuan bibit unggul, maupun akses transportasi yang baik). Membiarkan sektor ini larut dalam liberalisasi saat Negara lain sudah berhasil mengantarkan industri perkebunan tebu ke skala ekonomi justru akan membuat sektor ini kesusahan bergerak.

 

Korporasi juga dituntut kreatif menggali sumber pendapatan baru dari bisnis berbasis tebu ini. Prose yang hemat energi tidak hanya menghindarkan pabrik dari belanja bahan bakar yang tidak perlu tetapi juga justru mendapatkan nilai tambah dari akses power yang dihasilkan. Tentu ini butuh investasi besar. Jika tahun 2015 benar-benar diperlakukan masyarakat ekonomi Asean maka otomatisasi semakin tidak bisa ditawar lagi, karena hanya dengan itu harga pokok ditekan. Sudah saatnya kita membingkai cara pandang industri gula sebagaimanapara pesaing juga membangun keunggulan. Banyak Negara produsen utama gula tidak lagi menguntungkan pendapatan dari produksi gula Kristal tetapi hidup dari produk samping yang terintegrasi dengan system pabrik. Beberapa mampu hidup dari produksi listrik atau etanol sementara gula hanya mengambil porsi pendapatan yang kecil saja.

 

Saya masih optimistis kalau masih mampu mewujudkan asa itu: produktivitas tinggi dan rendemen optimal untuk kesejahteraan petani serta kedigdayaan perusahaan yang menjadi pilar dalam ketahanan pangan dan energy nasional. (M. Cholidi_Sekper) <end>

 

Sumber: Majalah Sugar Insight Edisi Mei 2014 halaman 9

 

Terdapat 2 komentar

Silahkan tambahkan komentar