Siasat Industri Gula di Tengah Rimbun Tantangan (Bagian III)

Terbit pada Kamis, 26 Juni 2014

Sekali Lagi Tentang Rendemen

Tahun ini, permasalahan rendemen begitu menyita pikiran, waktu dan tenaga kita. Ada beberapa aspek yang, menurut hemat saya, perlu dikemukakan untuk menjadi perhatian bersama. Misalnya, soal panjang penyinaran siang hari, selisih suhu malam dan siang, kesuburan tanah, curah hujan, dan sistem drainase. Beberapa aspek itu kadang terlupa saat kita membahas soal revitalisasi di sektor hulu dari budidaya tebu. Padahal, aspek-aspek itu cukup berperan dalam mendukung proses pembentukan gula dalam batang tebu.

 

Indonesia terletak di 6 derajat LU sampai 11 derajat LS. Ini antara lain yang sebenarnya secara ringkas bisa menjadi penjelas mengapa rendemen di sini relatif susah beranjak ke level dua digit. Di daerah khatulistiwa, apalagi dengan anomali iklim seperti saat ini, potensi rendemen memang cenderung lebih rendah. Dengan hujan yang berkepanjangan, produksi tebu dari sisi bobot memang tak masalah – bisa dilihat dari jumlah tebu digiling relatif tak jauh beda dengan tahun lalu, namun dari sisi kualitas jelas terjadi kemerosotan. Dalam situasi seperti tahun ini, rendemen hanya menggembirakan saat hujan mulai mereda, namun jika dirata-rata rendemen tetap rendah karena terimbas hujan berkepanjangan sebelumnya telah mengganggu pembentukan gula di BBT.

 

Pertanyaannya, mengapa di zaman penjajahan Belanda dulu rendemen bisa dua gigit? Kita bisa melihat ada kecermatan dari para pendahulu kita dimana mereka sudah mengantisipasi kondisi alam dengan masa giling yang pendek, yaitu sekitar 110-120 hari saja. Dengan strategi itu, kemungkinan pergeseran awal kemarau (apakah maju atau mundur) bisa diprediksi secara lebih presisi, sehingga dampak buruknya bisa diminimalisasi dengan memilih bulan yang pasti memasuki masa kemarau saja untuk memulai masa giling. Penjadwalan tebang yang tertib dan akurat tanpa kekhawatiran mengakhiri giling keduluan hujan.

 

Apa masa giling yang pendek bisa mengurangi produksi? Tentu tidak jika pabrik berkerja dalam kapasitas optimal – yang ke depan kapasitas itu tentu terus ditingkatkan secara bertahap melalui investasi permesinan.

 

Di negara yang berada di posisi kritikal dengan garis lintang seperti dipaparkan sebelumnya, kita memang butuh kecermatan ekstra untuk memulai tebang saat masuk giling. Artinya, keputusan untuk memulai giling tidak semata-mata bersifat teknis. Saya kira, dengan duduk bersama seluruh elemen, kita bisa mendesain strategi yang lebih tepat di masa mendatang. (M. Cholidi_Sekper)

 

Sumber: Majalah Sugar Insight Edisi Mei 2014 halaman 8-9

Terdapat 1 komentar

Silahkan tambahkan komentar