Saatnya Memantau Tebu dari Udara (Bagian III)
Pesawat Tanpa Awak: Ringkas dan Efisien!
Pada awal perkembangannya di Indoensia, penerapan penginderaan jauh hanya memanfaatkan citra satelit dan foto udara yang dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang maupun helikopter. Selain memakan biaya yang tinggi, pengambilan citra satelit seringkali terkendala oleh tutupan awan, waktu pengambilan dan lokasi data yang dibutuhkan tidak fleksibel karena tergantung lintasan orbit satelit sehingga data tidak real time dan informasiterlambat diperoleh. Setali tiga uang, penggunaan pesawat terbang maupun helikopter untuk pengambilan foto udara memakan biaya yang tinggi. Biaya sewa helikopter per jam sekitar 10-17 juta rupiah, sedangkan pesawat terbang kecil jenis Cessna sekitar 20-30 juta rupiah tergantung lama sewa dan lainnya[1]. Kini wahana pengambilan foto udara semakin beragam, salah satunya adalah pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV). Pemotretanudara denganmenggunakan pesawat tanpa awak merupakan salahsatu teknologi alternatif untuk mendapatkan data yangreal time, cepat, murah, serta memiliki resolusi spasial yang lebih tinggi dan jelas dibandingkan citra satelit karena kemampuan terbangnya pada ketinggian 50-300 meter sehingga pengambilan foto tidak tergangggu oleh tutupan awan.
Perkembangan teknologi informasi dan elektronika yang semakin maju, membuat pesawat tanpa awak semakin canggih dan pintar. Pesawat tanpa awak dapat dikendalikan secara autonomous dengan sistem navigasi otomatis. Manakala akan terbang, sebelumnya rencana jalur terbang (flight plan) dapat dijejalkan pada “otak”-nya, sehingga pesawat akan terbang secara otomatis mengikuti jalur terbang dan mengambil foto pada titik-titik yang sudah ditentukan. Selain itu, operator hanya memantau dan mengambil data melalui stasiun pengontrol di darat (ground control station) secara real time. Kemampuan pesawat tanpa awak untuk menggotong beban yang dapat mencapai 1-6 kg tergantung spesifikasi dan jenis pesawat dapat digunakan untuk mengangkut berbagai jenis kamera atau sensor sesuai kebutuhan.
Luas keseluruhan lahan tebu PTPN X yang mencapai 77.788 hektar pada tahun 2013, memiliki karakteristik lahan yang beragam. Sekitar 95% dari keseluruhan luas areal tebu PTPN X merupakan Tebu Rakyat (TR) atau lahan milik petani dengan karakteristik luasan lahan kecil, berpetak-petak, dan tersebar. Sehingga, mapping lahan dan monitoring pertumbuhan serta estimasi produksi tebu menggunakan pesawat tanpa awak yang kecil dan ringkas akan lebih efektif dan efisien.
Foto udara kebun tebu Pabrik Gula Takalar, Sulawesi Selatan, layering di Google Earth.
(Sumber gambar : dokumentasi Capung Aerial Photo and Video)
Foto Udara + SIMBUN/SIG + SIPG On Farm & Off Farm = Integrated Early Warning System Produksi Gula PTPN X
Pengembangan Sistem Informasi Produksi Gula (SIPG) On Farm maupun Off Farm yang sedang dilaksanakan oleh bagian Teknologi Informasi Sekretaris Perusahaan PTPN X serta pengembangan Sistem Informasi Geografis Kebun (SIG/SIMBUN) oleh Divisi Quality Control dan Pengembangan Lahan perlu diapresiasi dan didukung sepenuhnya oleh seluruh jajaran mulai dari mandor kebun sampai tingkat manajemen. Semakin menyempitnya lahan pertanian dari waktu ke waktu, mengharuskan kita untuk memaksimalkan setiap petak lahan yang ada dengan penggunaan teknologi pertanian yang presisi. Foto udara dapat dijadikan sebagai metode alternatif dalam inventarisasi lahan, monitoring pertumbuhan tanaman tebu, serta taksasi bahan baku tebu bagi pabrik gula. Implementasi pengintegrasian foto udara dengan SIG dan SIPG On Farm bukanlah hal yang mustahil, dan ini akan menjadikannya sebagai suatu sistem deteksi dini yang terpadu (Integrated Early Warning System)dan saling melengkapi sehingga dapat dijadikan data acuan yang akurat, valid, objektif, dan up to date bagi manajemen dalam pengambilan keputusan dan perencanaan produksi gula. Semoga !(Sandi Gunawan_Puslit Gula Jengkol, OPI_Sekper)
Rank 17 of The Best Twenty Five LKTI 2014
DAFTAR PUSTAKA
Danoedoro, P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan, 25 Mei 2013, “Dirjenbun : kebutuhan gula nasional mencapai 5,700 juta ton tahun 2014”, diunduh dari http://ditjenbun.deptan.go.id/setditjenbun/berita-172-dirjenbun--kebutuhan-gula-nasional-mencapai-5700-juta-ton-tahun-2014.html, tanggal 28 Pebruari 2014.
Lillesand, T. M. dan R. W.Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan lnterpretasi Citra.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Terdapat 0 komentar
Silahkan tambahkan komentar