Maximum level reached. You cannot reply to that comment.
 
 

Saatnya Memantau Tebu dari Udara (Bagian I)

Terbit pada Jumat, 28 Maret 2014

 

Gula merupakan komoditas pangan strategis dan termasuk satu dari sembilanbahan pokok bagi masyarakat Indonesia. Proyeksi kebutuhan gula nasional tahun 2014 adalah sekitar 5,7 juta ton yang terdiri dari 2,96 juta ton dengan kualitas Gula Kristal Putih (GKP) untuk kebutuhan rumah tangga dan 2,74 juta ton Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk kebutuhan industri. Memang, sampai saat ini produksi gula di Indonesialebih rendah dibandingkan konsumsinya, sehingga untuk memenuhi kebutuhankonsumsi tersebut pemerintah masih harus mengimpor gula dari negara lain.Jika asumsi produksi gula nasional tahun 2014 sama dengan tahun 2013 sebanyak 2,54 juta ton, berarti masih ada kekurangan sekitar 420.000 ton gula konsumsi langsung rumah tangga yang harus dipenuhi pemerintah melalui kran impor[1]. Pemerintah sebenarnya telah mencanangkan program revitalisasi peningkatan produktivitas gula nasional dengan sasaran tercapainya swasembada gula pada tahun 2014. Namun, beberapa program dan sasaran pencapaian swasembada gula belum sepenuhnya tercapai maksimal seperti perluasan lahan, pembangunan pabrik baru, dan revitalisasi pabrik gula.

 

Sebagai market leader di industri gula nasional dimana pada tahun 2013 PTPN X memberikan kontribusi sebesar 19,11% terhadap produksi gula nasional atau sekitar 485.472 ton, PTPN X turut terpacu untuk terus berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan gula nasional. Berbagai upaya peningkatan produksi gula terus dilakukan, baik di sisi manajemen on farm maupun off farm. Di sisi on farm, peningkatan produktivitas tanaman tebu terus digalakan antara lain melalui penggunaan varietas unggul, pengendalian hama penyakit, penggunaan pupuk yang berimbang, penerapan mekanisasi, serta penerapan teknologi informasi seperti sistem informasi geografis kebun (SIG). Penerapan teknologi informasi seperti SIG menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi. Kebutuhan akan data yang akurat, valid, dan up to date mengenai manajemen on farm seperti luas areal, varietas, masa tanam, kemasakan, dan estimasi produksi tebu sangat penting bagi manajemen dalam menentukan langkah dan kebijakan terkait produksi gula.

 

Salah satu kunci keberhasilan dalam proses produksi gula adalah akurasi data tentang ketersediaan dan mutu bahan baku tebu bagi pabrik gula. Kurangnya pasokan bahan baku tebu yang selalu ditemui setiap masa giling mengharuskan adanya sistem yang akurat dan menjamin ketersediaan pasokan bahan baku tebu sejak jauh hari sebelum giling meliputi luas areal, varietas, masa tanam, umur tebu, kemasakan tebu, sampai estimasi atau taksasi produksi tebu. Selama ini, metode taksasi potensi produksi dan ketersediaan bahan baku tebu masih dilakukan dengan pendekatan lapangan (konvensional) yaitu taksasi secara visual dan taksasi metode sampling. Taksasi secara visual dilakukan dengan cara mengamati pertumbuhan dan menaksir langsung potensi produksi tebu berdasarkan pandangan mata petugas kebun (mandor, kemetir, asisten manajer) yang berpengalaman. Sedangkan, taksasi metode sampling dilakukan dengan cara mengambil perwakilan beberapa juring dan melakukan pengamatan terhadap komponen produksi meliputi tinggi batang, jumlah batang per juring, berat batang per meter, dan jumlah juring per hektar yang nantinya dimasukkan dalam perhitungan matematis tertentu.

 

Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan metode taksasi yang selama ini dilakukan. Namun, metode taksasi secara visual yang mengandalkan “DarTo” alias Radar Moto (baca : Radar Mata) petugas kebun memiliki faktor bias yang cukup tinggi dan bersifat subyektif. Bisa jadi hasil taksiran antara petugas kebun yang baru bekerja di kebun selama 5 tahun dengan petugas yang sudah berpengalaman selama 20 tahun bisa berbeda, sehingga angka kuantitatif penafsiran potensi produksi menjadi bias dan bersifat subyektif. Oleh karena itu, perlu adanya metode alternatif dalam taksasi produksi tebu termasuk inventarisasi sebaran dan luas lahan, serta monitoring pertumbuhan tebu, salah satunya yaitu dengan penerapan teknologi penginderaan jauh (remote sensing). (Sandi Gunawan_Puslit Gula Jengkol, OPI_Sekper)

Rank 17 of The Best Twenty Five LKTI 2014

 

[1] Ditjenbun, 25 Mei 2013, “Dirjenbun : kebutuhan gula nasional mencapai 5,700 juta ton tahun 2014”, diunduh dari http://ditjenbun.deptan.go.id/setditjenbun/berita-172-dirjenbun--kebutuhan-gula-nasional-mencapai-5700-juta-ton-tahun-2014.html, tanggal 28 Pebruari 2014.

 

Terdapat 0 komentar

Silahkan tambahkan komentar