PTPN X Produksi 468.337 Ton Gula

Terbit pada Jumat, 9 Januari 2015

SURABAYA, 6 Januari 2015- PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) berhasil memproduksi gula sebesar 468.337 ton pada musim giling 2014 dari sebelas pabrik gula miliknya di Jawa Timur. Meski dihadang dampak lanjutan anomali iklim, kinerja produksi perusahaan relatif tetap stabil. Produksi gula tercatat hanya turun sekitar 3 persen dari tahun 2013. Dengan produksi 468.337 ton, PTPN X tetap sebagai produsen gula terbesar se-Indonesia.

 

Dirut PTPN X Subiyono mengatakan, musim giling sepanjang 2014 dihantui oleh dampak anomali iklim yang terjadi pada 2013 di mana terjadi hujan berkepanjangan yang berdampak pada terhambatnya pembentukan gula pada batang tebu.

 

”Tebu yang tidak bisa ditebang tepat waktu dan sulit dirawat selama hujan pada tahun 2013 berdampak pada kinerja 2014. Meski demikian, kami banyak melakukan antisipasi, antara lain dengan perbaikan di sektor budidaya dan revitalisasi mesin-mesin pabrik,” ujar Subiyono.

 

Beberapa indikator kinerja menunjukkan perbaikan. Kadar gula dalam tebu (rendemen) mencapai 7,64 persen pada 2014, meningkat cukup signifikan dibanding 2013 saat terjadi anomali iklim sebesar 7,19 persen. Produktivitas lahan rata-rata mencapai 85 ton per hektar, termasuk yang tertinggi di antara perusahaan pergulaan yang lain. Luas areal tebu yang dikelola PTPN X bersama petani binaannya pada 2014 adalah sebesar 72.233 hektar dengan total 6,11 juta tebu digiling. Perusahaan mempunyai kapasitas giling pabrik sebesar 37.234 ton tebu per hari.

 

Subiyono menambahkan, kinerja 2014 juga terhambat penurunan harga gula yang sangat drastis. Bahkan, hingga ke kisaran Rp 8.500 per kilogram. Angka ini jauh di bawah tahun-tahun sebelumnya yang sebesar Rp 9.500 per kilogram, bahkan menembus di atas Rp 10.000 per kilogram pada 2012.

 

Harga gula merosot lantaran penawaran yang berlebih karena rembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi. Gula rafinasi yang berbahan gula mentah impor semestinya untuk pasar industri makanan-minuman, namun kenyataannya masuk ke pasar gula konsumsi sehingga menekan penjualan gula berbahan tebu petani.

 

Untuk menyiasati penurunan harga gula, lanjut Subiyono, PTPN X terus berupaya melakukan efisiensi untuk menekan biaya pokok produksi. Biaya pokok produksi gula di PTPN X berhasil ditekan menjadi Rp 5.758 per kilogram pada 2014, menurun dibanding 2013 sebesar Rp 6.376 per kilogram. ”Biaya produksi gula kami termasuk yang terendah di Indonesia. Karena efisiensi dan optimalisasi kinerja pabrik, biaya produksi bisa ditekan. Hasilnya, di tengah penurunan harga yang sangat tajam, kami masih bisa membukukan laba,” jelas Subiyono.

 

Perkuat Diversifikasi

Terkait kinerja 2015, Subiyono menambahkan, selain melanjutkan revitalisasi pabrik gula dan mekanisasi budidaya tebu, pihaknya akan terus menggenjot diversifikasi usaha. Selain memproduksi gula, PTPN X selama ini telah menjual bioetanol yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair alias tetes tebu (molasses).

 

Tahun ini, PTPN X akan menuntaskan program co-generation yang memproduksi listrik dari limbah padat atau ampas tebu di sejumlah pabrik gula miliknya. Di antaranya di PG Ngadiredjo (Kediri) sebesar 10 MW. ”Saat ini sudah tahap finalisasi kerja sama dengan salah satu perusahaan untuk produksi dan penjualan listrik dari PG Ngadiredjo,” kata Subiyono.

 

Setelah PG Ngadiredjo, produksi listrik dari ampas tebu sedang disiapkan di PG Pesantren Baru (Kediri), PG Kremboong (Sidoarjo), dan PG Gempolkrep (Mojokerto). ”Kami sedang mematangkannya dan melobi pihak terkait untuk menyukseskan program ini,” ujar Subiyono.

 

Dia optimistis, program diversifikasi bisa memberikan tambahan potensi pendapatan untuk pabrik gula, sehingga ke depan sandaran pendapatan tak lagi bertumpu pada penjualan gula. ”Potensi pendapatannya bisa ratusan miliar. Perhitungannya, investasi di program diversifikasi produksi listrik itu membutuhkan waktu 4 tahun untuk break event point (BEP) atau titik impas,” ujarnya.

 

Dia menambahkan, situasi dua tahun terakhir ini seharusnya membuka mata semua pihak bahwa gula tak bisa lagi jadi sandaran utama keberlangsungan pabrik-pabrik yang ada. ”Di Brazil, India, atau Thailand, pabrik gula sudah banyak meraih pendapatan dari penjualan bioetanol, listrik, dan produk turunan lain. Jadi mereka tidak galau saat harga gula turun,” pungkas Subiyono.

Posted in Press Release

Terdapat 0 komentar

Silahkan tambahkan komentar