Plantula sebagai Upaya Meraih Masa Tanam Optimal Tebu dan Alternatif Menyambut FCTC di Madura (Bagian II)

Terbit pada Selasa, 13 Mei 2014

Budidaya tembakau di Madura dilakukan saat akhir musim hujan dengan menggunakan bibit tembakau pada polybag-polybag. Dalam proses budidaya, petani tembakau melakukan penyiraman hampir setiap pagi dan sore hari karena pada saat itu kondisi mulai kering dan mulai memasuki musim kemarau. Bersamaan dengan itu, saat itu juga merupakan saat masa tanam optimal untuk tanaman tebu (Mei, Juni, Juli). Bibit tebu plantula memiliki karakter/kemiripan dalam segi fisik dan cara tanam dengan bibit tembakau, sehingga petani dapat melakukan dengan mudah karena bibit tersebut relatif lebih tahan sehingga intensitas pengairan lebih ringan dari pada tembakau serta sistem budidaya sesuai dengan sistem budidaya tembakau (budaya lokal) Madura.

 

Model penyesuaian sistem budidaya tanaman tebu ini mengusung konsep seperti yang disampaikan oleh Loekman Soetrisno, 2002, h. 66. Pertanian harus mampu lebih peka terhadap budaya dan pengetahuan dari penduduk yang dilayani. Hal ini berarti bahwa setiap upaya pembangunan pertanian harus sensitif terhadap budaya masyarakat pertanian, dengan menjadikan pengetahuan dan budaya lokal sebagai variabel utama dalam proses pertanian. Manfaat pengetahuan lokal masyarakat dalam pengembangan ilmu pengetahuan pertanian dapat kita simak dari contoh yang dilaporkan oleh Nicanor Perlas dalam Loekman Soetrisno, 2002, h. 67. “The international Research Institute (IRRI) is hard pressed to create a cropping system where five economic species are growing at the same time. The Hanunos of Mindoro, however, are acquainted with 430 crops and think nothing of multiple cropping as many as 40 species at the same time throughout the year”. Pengetahuan lokal suku Hanunos itu dilakukan dengan biaya yang murah tetapi memberikan hasil yang jauh lebih besar dari sistem pertanian padi yang dilakukan secara intensif.

 

Penggunaan bibit bud chips yang disesuaikan dengan metode budidaya lokal tanam tembakau dapat melakukan pergeseran masa tanam pola B pengembangan Madura menjadi masa tanam optimal. Selain itu, kebiasaan petani dalam melakukan budidaya tanaman tembakau yang demikian rumit diharapkan dapat melakukan proses budidaya tebu dengan baik juga sehingga produktivitas dan rendemen yang dihasilkan jauh diatas sasaran yang telah dicanangkan, dengan demikian rasa cinta petani kepada tanaman tebu akan semakin meningkat. Untuk industri tembakau sendiri, penggunaan bibit ini dapat menjadi salah satu alternative tanaman pengganti tembakau mengingat adanya FCTC (Framework Convention of Tobacco Control).

 

Dalam implementasinya, dalam mewujudkan (Framework Plantula sebagai Upaya Meraih Masa Tanam Optimal Tebu dan Alternatif Menyambut FCTC) di Madura diperlukan peran aktif dari semua pihak yang terkait. Pengetahuan dan kebijakan petani dalam pemanfaatan lahan yang mereka miliki sangat diperlukan, mengingat petani sebagai subyek dan sekaligus obyek dalam pengembangan tebu di Madura dengan konsep pengembangan Tebu Rakyat (TR). Selain itu, dibutuhkan sosialisasi yang intensif dan plotting areal yang sesuai dan berpotensi untuk menghasilkan produk unggulan berdasarkan sejarah lahan atau berdasarkan hasil penelitian terkini, sehingga terjadi keseimbangan antara kuantitas dan kualilitas dengan kebutuhan pasar produk unggulan tersebut yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi petani. (Ahmad Holil_Divisi QC & PL: Pengembangan Lahan Madura, OPI_Sekper) <end>

Terdapat 1 komentar

Silahkan tambahkan komentar