Plantula sebagai Upaya Meraih Masa Tanam Optimal Tebu dan Alternatif Menyambut FCTC di Madura (Bagian I)
Pulau Madura yang selama ini dikenal dengan pulau garam dan tembakau, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini mulai dikembangkan perkebunan tebu sehingga nantinya Madura tidak hanya dikenal dengan pulau garam dan tembakau, akan tetapi juga pulau gula. Produktivitas tebu Madura masih sangat rendah sehingga pendapatan petani masih belum sesuai dengan yang diharapkan, salah satu faktor penyebabnya adalah masa tanam tidak optimal dimana mayoritas tanaman masa tanam pola B yang ditanam pada awal musim hujan (November, Desember). Oleh sebab itu, perlu dilakukan pergeseran masa tanam optimal (Mei, Juni, Juli). Salah satu diantaranya dengan cara penyesuaian budaya tanaman tebu dengan budaya lokal budidaya tembakau Madura melalui peggunaan bibit plantula/budchips.
Plantula (Budchips) merupakan teknologi pembibitan tebu yang diadopsi dari Columbia. Sistem bibit ini dilakukan dengan cara mengambil mata tunas dari batang tebu yang kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan air panas/Hot Water Treatment (HWT) serta direndam terlebih dahulu dalam larutan insektisida, fungisida serta zat pemacu pertumbuhan untuk memperoleh perkecambahan yang baik serta bebas dari hama dan penyakit. Bukan hanya itu, media yang digunakan untuk pembibitan ini juga dilakukan sterilisasi dengan cara pasteurisasi sehingga bibit siap tanam pada umur diatas 3 bulan adalah benar-benar bibit yang sehat (healthy seed).
Petani Indonesia pada umumnya adalah petani gurem (petani kecil) dan harus melakukan usaha tani di lingkungan tropis yang penuh risiko, misalnya banyaknya hama, tidak menentunya curah hujan, dan sebagainya. Dalam kondisi yang telah penuh risiko itu, para petani harus ekstra hati-hati dalam menerima inovasi, karena kegagalan berarti penderitaan bagi seluruh keluarga. Sementara, di Indonesia belum terdapat asuransi yang dapat melindungi para petani dari kegagalan pengembangan usaha tani mereka (Loekman Soetrisno, 2002, h. 5)
Penerimaan petani Tembakau Madura bila ditanam di sawah, penerimaan petani rata-rata Rp 9.800.000-/ha, di tegal penerimaan petani lebih tinggi, yaitu Rp 10.750.000,-/ha dan di tegal-gunung penerimaan petani paling tinggi, yaitu Rp 12.700.000,-/ha. Bila sarana produksi dan tenaga kerja keluarga dihitung sebagai pengeluaran, maka pendapatan usaha tani dengan mengusahakan varietas baru di sawah, tegal dan tegal gunung berturut-turut sebesar Rp 3.200.000,-/ha; Rp 4.700.000,-/ha dan Rp 4.380.000/ha. (sumber: http://tembakaucengkeh-jateng.info/tembakau-madura/).
Pada Musim Tanam 2012-2013 kemarin, produktivitas tebu Madura lahan sawah menggunakan bibit budchips di Kebun Gunung Eleh Kecamatan Kedundung-Sampang ditanam bulan 5A adalah 785 Ku/Ha. Pada saat setelah panen padi, segera dilakukan pengolahan tanah. Bibit budchips ditanam dengan cara membuat lubang (tugal), masukkan dosis pupuk pertama, tutup dengan kompos/pupuk kandang yang benar-benar sudah terdekomposisi dengan sempurna (matang), kemudian bibit ditanam dan di tutup tanah sampai dengan pangkal batang. Karena pada musim kemarau air sungai juga mengering, maka pengairan hanya dilakukan 3 kali dengan memanfaatkan air sungai yang ada, setelah itu tidak dilakukan pengairan lagi dan hanya menunggu musim hujan pada Oktober akhir/November awal. Pengairan dilakukan pada saat umur 1 hari setelah tanam (HST)/tutup tanam pada loke’an tertentu, 15 HST, dan 30 HST/setelah dilakukan pemupukan ke-2. Sedangkan pada lahan tegalan non pengairan (Kebun Jelgung dan Bunten Timur) yang ditanam pada bula 4 B, produktivitas berkisar antara 580 Ku/Ha sampai dengan 600 Ku/Ha.
Dengan asumsi rendemen 7,5 % dan harga gula Rp.9.000,- per Kg, dan biaya Rp. 18.000.000,- per Ha. Maka pada tahun pertama untuk lahan sawah petani berpotensi mendapat pendapatan bersih Rp. 8.400.000,- per Ha. Sedangkan untuk lahan tegalan dengan rendemen dan harga gula yang sama dan biaya Rp. 15.000.000,- per Ha, maka pendapatan bersih petani Rp. 4.410.000,- per Ha. Mengingat tanaman tebu adalah tanaman investasi pada tahun pertama, maka pada tahun ke-2 sampai dengan tahun ke-5 atau lebih akan berpotensi meraup pendapatan yang jauh lebih besar dari pada tahun pertama karena ada biaya yang tidak perlu dikeluarkan lagi, diantaranya: biaya pengolahan tanah, pembelian bibit, dan biaya penanaman. Seperti halnya di industri gula Incauca Columbia, penulis melihat secara langsung adanya ratoon tanaman tebu yang diteruskan sampai dengan ratoon ke-15. Tentunya hal tersebut didukung dengan daya dukung tanah dan kajian ilmiah dari pusat penelitian dan pabrik gula setempat mengenai kondisi fisik, biologis dan kimia tanaman serta potensi gula yang akan diraih.(Ahmad Holil_Divisi QC & PL: Pengembangan Lahan Madura, OPI_Sekper)
Terdapat 0 komentar
Silahkan tambahkan komentar