Solusi Korporasi Mewujudkan Swasembada Gula 2014 (Bagian I)

Terbit pada Rabu, 2 April 2014

Tahun 2013 cuaca ekstrim melanda seluruh belahan dunia tak terkecuali Indonesia. Hal ini sangat mempengaruhi seluruh sendi kehidupan terutama dalam bidang pertanian. Salah satunya adalah rendemen tebu merosot tajam seperti yang dikatakan oleh Gamal Naser, Dirjen Perkebunan Kementan (Kementerian Pertanian) dalam kabarbisnis.com: “Kemarau basah tahun ini menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman tebu. Hujan membuat kadar air tinggi sehingga rendemen merosot. Gangguan faktor alam sudah diluar kemampuan teknis budidaya". Realisasi giling tebu sampai 31 Desember 2013 tercatat 2,54 juta ton. Jumlah tersebut mencakup luas areal tanam tebu yang dibudidyakan BUMN dan swasta seluas 464.644 hektar (ha). Untuk rendemen sebesar 7,18%, turun dibandingkan tahun 2012 sebesar 8,13% (Anonymous, 2013).

 

Dalam sistem pergulaan nasional, kebutuhan gula dibagi dua, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) untuk  konsumsi  langsung (rumah  tangga). Kemudian Gula Kristal Rafinasi (GKR) ditujukan untuk industri makanan, minuman, dan farmasi. Total kebutuhan gula nasional tahun 2014 sebesar 5,7 juta ton, terdiri dari 2,96 juta ton untuk konsumsi langsung masyarakat dan 2,74 juta ton untuk keperluan industri (Anonymous, 2014). Pemerintah pusat mempercayakan Provinsi Jawa Timur untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula nasional yang produksi gulanya mencapai satu juta ton per tahun. Sementara konsumsi gula provinsi ini per tahun hanya 400 ribu ton sampai 450 ribu ton gula. Sehingga masih surplus sekitar 550 ribu ton per tahun untuk daerah lain (Wiji, Nurhayat, 2013).

 

Untuk mencapai swasembada gula pemerintah membuat Program Swasembada Gula yang terbagi atas tiga tahap, yakni: 1) Jangka Pendek (sampai dengan 2009), swasembada   untuk  memenuhi   konsumsi   langsung rumah   tangga, sedangkan   kebutuhan gula   untuk industri sepenuhnya dipasok dari gula impor;  2) Jangka Menengah (2010-2014), produksi gula dalam negeri sudah dapat memenuhi konsumsi gula dalam negeri, baik untuk konsumsi langsung rumah tangga, industri, dan sekaligus dapat menutup neraca perdagangan gula nasional; 3) Jangka Panjang (2015-2025), difokuskan pada modernisasi industri berbasis tebu melalui pengembangan produk pendamping gula tebu (PPGT) yang memiliki nilai tambah (Anonymous, 2014). Akan tetapi program ini belum terealisasi sesuai rencana karena berbagai faktor, baik dari penyediaan lahan maupun revitalisasi pabrik gula. Dari pabrik gula yang ada di Indonesia, hampir separuh ada di provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu untuk mengejar target tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus berupaya mengembangkan perluasan areal tanam tebu sampai ke Madura. Sedangkan cara lain yang dilakukan adalah memberikan subsidi transportasi khusus komoditas tebu. (Evi Kusuma Ningrum_Divisi QC & PL <Tuban>, OPI_Sekper)

 

Rank 19 of The Best Twenty Five LKTI 2014

Terdapat 0 komentar

Silahkan tambahkan komentar