Diversifikasi Produk Kunci Penetrasi Pasar Ethanol

Terbit pada Rabu, 16 Nopember 2016

Diversifikasi produk menjadi kunci dalam penetrasi pasar ethanol di masa depan. Hal ini disampaikan Sam Alfian Yusuf Helmi, Process and Fertilizer Plant Manager PT Energi Agro Nusantara (Enero) di acara Seminar Bioengineering Summit 2016 yang diselenggarakan Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Minggu, 13 November 2016 lalu di Kampus ITB Ganesha, Bandung.

"Sebagai akibat kurangnya dukungan Pemerintah, maka tidak dapat dihindari, fleksibiltas industri dalam penetrasi pasar sangat diperlukan. Belajar dari industri-industri ethanol yang survive, maka diversifikasi produk menjadi kuncinya,” ungkap Sam Alfian Yusuf Helmi.

Mendukung pernyataan di atas, sebagai gambaran, pasar fuel grade ethanol sebagai energi baru terbarukan di Indonesia memang sangat memprihatinkan. Sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar Lain, target  mandatory penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) Bieothanol adalah 2% sampai 5%. Realisasinya, penggunaan BBN ini jauh dari harapan, bahkan hampir mencapai 0%.

Dengan tingkat konsumsi BBM Nasional sekitar 30 juta kilo liter per tahun. Jika mandatory campuran bioethanol dipenuhi sebesar 1% saja, maka kapasitas produksi Fuel Grade Ethanol saat ini sebenarnya masih berprospek dalam memenuhi permintaan.

Namun demikian, Enero tetap berupaya dalam pengembangan industri dan penyesuaian dengan permintaan pasar ethanol. "Prospek ke depan untuk fuel grade ethanol masih menjanjikan. Sebagai industri, Enero memiliki milestone dalam pengembangan industri, dimana memuat upaya perusahaan yang terdiri dari efisiensi, optimalisasi dan diversifikasi" ujar Sam dalam seminar yang bertemakan "Enduring the Edge of Industrial Competitiveness through the Utilization of Indonesian Tropical Biodiversity" itu.

Seminar yang diikuti oleh kalangan akademisi dan praktisi tersebut juga mengundang pembicara lainnya antara lain Dr. M. Yusuf Abduh, Lecturer of Bioengineering Study Program ITB, Yudi Sutresna, Human Resource Manager of PT Sinkona Indonesia Lestari dan Dedi Hermawan, R&D Manager of Wardah Cosmetic, PT Paragon Technology and Innovation.

Terkait dengan seminar bioengineering, pengembangan sumber daya domestik menjadi tantangan ke depannya. "Tantangan bagi para praktisi Bioengineering adalah menciptakan bibit-bibit hayati asli Indonesia yang memiliki keunggulan tertentu. Karena dalam dunia industri saat ini, bibit-bibit hayati yang dipakai merupakan paten dari luar negeri contohnya Jepang, Perancis dan sebagainya" ujar Sam dalam closing statement.

Bioengineering Summit sendiri merupakan kegiatan edukasional tahunan yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Rekayasa Hayati ITB yang menekankan aplikasi sumber daya hayati tropikal, dikemas dalam unsur kolaboratif seperti kompetisi keilmuan dan pameran (expo). (Ariel_Enero, CIN_Sekper)

Posted in Berita

Terdapat 0 komentar

Silahkan tambahkan komentar